anwarsigit.com – Secara bahasa (harfiah), Idul Fitri berarti kembali ke alam. Kata fitrah berasal dari kata futhur yang artinya kembali (sarapan).
Jadi, Idul Fitri sebenarnya berarti kembali sarapan, tidak seperti Ramadhan panjang yang harus berpuasa.
Ada juga yang mengartikan Idul Fitri sebagai kunjungan ulang fitrah, khususnya awal dari peristiwa manusia yang murni dan bersih dari dosa, mirip dengan bayi.
Pemahaman ini dihubungkan dengan hadits Nabi Muhammad SAW dari para sahabat Abu Hurairah. Dia berkata:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sejarah Hari Raya
Sebelum ajaran Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad di Mekah, masyarakat Arab Jahiliyah sebelumnya memiliki dua hari raya, yaitu Nairuz dan Mahrajan.
Orang-orang Arab Jahiliyah mengadakan dua hari raya dengan mengadakan pesta. Selain bergerak, baik tarian konflik maupun kelincahan, mereka juga memuji acara tersebut dengan bernyanyi dan menyantap hidangan lezat serta minuman yang memabukkan.
“Nairuz dan Mahrajan adalah tradisi acara yang berasal dari zaman Persia kuno,” tulis Islamic Encyclopedia.
Setelah komitmen menjalankan puasa Ramadhan pada 2 Hijriyah, sesuai hadits yang dijelaskan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’i, Nabi SAW bersabda:
“Tidak diragukan lagi, Allah telah menggantikan dua hari raya dengan yang lebih baik, khususnya Idul Fitri dan Idul Adha.” (Diriwayatkan oleh David dan Nasai)
Setiap orang memiliki hari liburnya masing-masing. Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi dan Rasul mengutip sebuah hadits dari Abdullah wadah Amar:
“Saya mendengar Rasulullah (SAW) berkata:” Puasa Nuh adalah satu tahun penuh, selain Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ibn Majah).
Jika mengacu pada hadits di atas, maka pribadi Nabi Nuh AS juga memiliki kesempatan. Sayangnya, kata Ibnu Katsir, hadits yang dijelaskan oleh Ibnu Majah adalah sanad yang rapuh (tidak berdaya). Rasulullah SAW menegaskan bahwa setiap orang memiliki hari raya.
Dalam sebuah hadits yang dijelaskan oleh Imam Bukhari, Abu Bakar pernah memarahi dua wanita Ansar yang memukul rebana sambil bernyanyi. “’Haruskah ada angin kayu setan di dalam rumah, ya Rasulullah?” tanya Abu Bakar.
“Biarkan mereka wahai Abu Bakar. Karena setiap orang memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita,” kata Rasulullah.
Sejarah Idul Fitri
Seperti dilansir Ensiklopedia Islam, Idul Fitri atau Lebaran dirayakan secara menarik oleh umat Islam setelah Perang Badar pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah.
Dalam pertarungan itu, kaum Muslim menang. Agregat 319 Muslim diperlukan untuk mengelola 1.000 tentara dari orang-orang kafir Quraisy.
Pada tahun itu, Nabi Muhammad dan para sahabat merayakan dua kemenangan, khususnya keberhasilan mengalahkan tentara kafir Quraisy dalam Perang Badar dan menaklukkan nafsu mereka setelah sebulan berpuasa.
Disinilah lahir ungkapan “Minal ‘Aidin wal Faizin”, yang merupakan ungkapan akhir dari doa-doa kaum muslimin sekitar saat itu: Allahummaj ‘alna minal ‘aidin walfaizin – Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Pertempuran Badar) dan dapatkan kemenangan.
Ibadah dan Tradisi Pada Idul Fitri
Pada tanggal 1 Syawal dimulainya akhir bulan puasa Ramadhan, dan Idul Fitri. Menjelang awal hari, sholat Idul Fitri selalu dilakukan. Salat Idul Fitri dilakukan di lapangan atau bahkan di jalan raya (terutama di kota-kota besar) ketika area ibadah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jamaah.
Id dilakukan sebelum meminta imam mengingatkan siapa saja yang belum membayar zakat, karena jika id memohon kepada Allah selesai membayar zakat ada aturan zakatnya. Hukum Salat Idul Fitri adalah sunnah mu’akkad. Pada malam hari raya, umat Islam disyariatkan takbir yang menggelegar.
Takbir mulai bergema setelah Syawal dimulai. Selain petisi sunnah Idul Fitri, umat Islam juga perlu mengeluarkan zakat fitrah sebesar 2,5 kilogram sembako. Tujuan dari persepuluhan itu sendiri adalah untuk membawa kebahagiaan bagi yang melarat.
Kemudian, khutbah diberikan setelah Idul Fitri memohon kepada Tuhan, dan dilanjutkan dengan doa. Sejak saat itu, umat Islam di Indonesia memiliki tradisi saling menyapa, terkadang beberapa individu akan berziarah untuk mengunjungi kuburan.
Do’a atau Ucapan Pada Idul Fitri
Di Indonesia kita sering memohon Minal ‘Aidin wal Faizin-, sebenarnya itu adalah tradisi Asia Tenggara. Menurut beberapa ulama, tidak ada pernyataan yang tidak beralasan berdasarkan kata-kata Nabi Muhammad. Kata-kata ini awalnya datang dari seorang seniman di Al-Andalus, bernama Syafiyuddin Al-Huli, ketika ia membawakan soneta yang menceritakan seorang wanita bernyanyi untuk pesta.
Ucapan yang sunnah baginya adalah Taqabbalallahu minna wa minkum (“Semoga Allah mengakui amal kami dan kamu”) atau Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik (“Semoga Allah mengakui (amal) dari kami dan dari kalian masing-masing, dan semoga Allah Allah memuncak pada Anda” dan semacamnya.”) dan sebagainya.
Idul Fitri Dalam kalender Masehi
Dalam penanggalan Islam, kepastian hari raya Idul Fitri selalu sama setiap tahunnya, hal ini berbeda dalam penanggalan Masehi yang selalu berganti dari satu tahun ke tahun lainnya. Dalam penanggalan Islam kepastian hari didasarkan pada fase bulan, sedangkan penanggalan Kristen didasarkan pada fase bumi mengelilingi matahari. Perbedaan ini menyebabkan kepastian Hari Raya Idul Fitri selalu menunjukkan tanda-tanda perubahan dalam penanggalan Masehi, yang setiap tahunnya berganti 11 hari lebih cepat.
Idul Fitri di Indonesia
Umat Islam di Indonesia menjadikan Idul Fitri sebagai jalan raya utama, detik untuk berkumpul kembali dengan keluarga, terutama keluarga karena suatu alasan, seperti pekerjaan atau pernikahan, harus berpisah. Mulai dua pekan menjelang Idul Fitri, umat Islam di Indonesia ramai-ramai mensyukuri momen tersebut, yang utama pulang kampung atau mudik, sehingga otoritas publik pun memfasilitasi dengan membenahi jalan yang bisa dilalui. Idul Fitri di Indonesia dipuji sebagai acara publik, yang dipuji oleh mayoritas umat Islam Indonesia.
Biasanya, penjaminan tidak diatur oleh otoritas publik, tetapi beberapa ormas Islam menetapkannya secara berbeda. Idul Fitri di Indonesia disebut dengan Lebaran, dimana sebagian besar individu pulang kampung (bolak-balik) untuk merayakannya bersama keluarga. Selama festival, berbagai hidangan disajikan.
Hidangan paling terkenal dalam festival Idul Fitri di Indonesia adalah batu mulia, yang akrab dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura.
Untuk anak-anak, biasanya orang tua memberikan uang tunai untuk pesta mereka. Selama festival, individu biasanya berkunjung ke rumah tetangga atau kerabat untuk tetap berhubungan, yang dikenal sebagai “halal-halal bi”, meminta pengampunan dan pengampunan dari mereka. Beberapa pejabat negara juga mengadakan open house bagi individu yang perlu tetap berhubungan.
Makna Hari Raya Idul Fitri
Pengorbanan Nabi Ibrahim, yang terbesar dalam sejarah umat manusia, menjadikan Ibrahim seorang nabi dan utusan yang luar biasa, dan memiliki makna yang luar biasa. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail di atas, sejauh yang bisa kita cermati, harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang memuat memajukan sesuatu seperti tiga hal;
Pertama
kesetiaan. Gagasan taqwa berkaitan dengan ketundukan seorang hamba kepada Sang Pencipta dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ayat agama (Islam) mengemas kehidupan dalam keselarasan seperti halnya kehidupan dunia dan akhirat. Bahwa untuk mencapai kehidupan yang layak (hasanah) di akhirat, perlu melanjutkan kehidupan di dunia ini yang merupakan ladang untuk menduplikasi cita-cita dan meminta keridhaan-Nya untuk mencapai kehidupan yang hasanah di dunia dan di akhirat.
Sehingga kehidupan di dunia ini tidak lepas dari upaya mewujudkan kehidupan yang hasanah di akhirat. Tingkat pengabdian seseorang dengan demikian dapat diukur dari kecemasannya terhadap orang lain. Ilustrasi wakil suatu kelompok yang memiliki derajat pengabdian yang tinggi tentu tidak akan menggunakan wewenangnya untuk meningkatkan dirinya dan, anehnya, orang seperti ini akan merasa malu jika hidupnya lebih mewah dari individu yang diwakilinya.
Kesiapan Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya atas perintah Allah menandakan tingginya derajat ketakwaan Nabi Ibrahim, sehingga ia tidak terjerumus ke dalam kehidupan hedonis sedetik pun. Kemudian dengan kekuatan Allah diketahui bahwa yang disembelih bukanlah Ismail melainkan seekor domba. Peristiwa ini juga mencerminkan bahwa Islam sangat menghargai keberadaan dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi kemajuan manusia.
Kedua
hubungan manusia. Ibadah umat Islam yang diminta oleh Allah selalu mengandung dua aspek yang tidak terpisahkan, yaitu hubungan khusus dengan Allah (hablumminnalah) dan hubungan dengan individu atau hablumminannas.
Ajaran Islam sangat mengkhawatirkan solidaritas sosial dan memanifestasikan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual. Ketika kita berpuasa, kita pasti merasakan betapa sulitnya hidup bersama orang yang membutuhkan yang memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kemudian dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada orang-orang miskin, merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial seorang muslim kepada saudara-saudaranya yang muslim yang tidak mampu membiayainya.
Kehidupan gotong royong dan partisipasi bersama dalam kebaikan adalah tanda ajaran Islam. Pelajaran yang dapat dipetik dalam setting ini adalah seorang muslim diingatkan untuk siap berkorban demi kebahagiaan orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung, untuk mengetahui tentang godaan dunia agar tidak terjerumus ke dalam perilaku yang tidak terpuji seperti tidak pernah puas. , keegoisan, dan ketidakpedulian dalam menyembah Sang Pencipta.
Ketiga
Perbaikan diri. Pelajaran ketiga dari ritual keagamaan ini adalah memperkuat kasih sayang, kesadaran diri, pengendalian diri dan administrasi diri yang merupakan cikal bakal pribadi seorang Muslim yang terpuji. Akhlak terpuji yang dicontohkan oleh Nabi seperti membantu individu orang dalam kebaikan, kejujuran, tentang tamu, benar-benar fokus pada orang lain (altruisme) dan selalu siap dalam menyelesaikan setiap permintaan agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki pribadi yang luar biasa (QS. Al-Qalam: 4). Dalam Islam, kedudukan akhlak sangat vital, yaitu “buah” dari pohon Islam yang didirikan dalam iman dan menghijau dari syariah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan tindakan dan perilaku manusia. Kemudian lagi, akhlak tercela pasti datang dari individu yang bermasalah dalam iman, yang merupakan manifestasi dari sifat-sifat setan dan setan.
Dari sejarah itu, kota Mekkah dan Ka’bah lahir ke dunia sebagai pusat umat Islam yang terkenal di seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan jutaan liter pun terkuras secara konsisten. , sebagai tonggak untuk layanan yang paling pengertian. wanita. juga, tabah, khususnya Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Demikian artikel dari master Pendidikan.co.id tentang Sejarah Idul Fitri: Pengertian, Ibadah, Adat, Sholat, Ucapan, Kalender, dan Maknanya, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semua.