anwarsigit.com – Pengertian Tawakal, Kebajikan, Manfaat, Hikmah, Doa dan Ayat : adalah tahapan dimana seorang hamba telah melewati fase ikhtiar.
Pengertian Tawakal
Secara sederhana tawakal berarti “mewakili”, sedangkan dalam pengertian yang lebih luas tawakal berarti menyerahkan segala persoalan kepada Allah swt. Dengan seluruh keberadaanku dan berpegang erat pada-Nya dan terus berusaha semaksimal mungkin agar tidak merasa sedih dan kecewa dengan apapun keputusan yang Dia berikan.
Rasulullah SAW berpesan untuk selalu bertawakal kepada Allah. Dengan bertawakal kepada Allah, setiap aktivitas akan diridhai-Nya. Sesungguhnya Allah akan memberikan rezeki kepada orang-orang yang bertawakal.
Tawakkal yang diinstruksikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagi teman-temannya benar-benar menjadi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan beliau dalam melaksanakan tawakal ini karena beliau sendiri yang melakukan hal yang sama. Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Muhammad. Selalu berserah diri kepada Allah SWT, beliau tidak pernah resah dan gelisah meski menghadapi berbagai masalah.
Tawakal Secara Umum
Tawakal adalah tahapan ketika seorang hamba telah melewati fase ikhtiar. Sebuah fase yang menuntut untuk berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh dan tanpa cela. Semata-mata setelah itu serahkan hasil dan buah amal usaha hanya kepada Allah Azza wa Jalla, Dzat yang mewakili segala urusan dan kebutuhan. Seorang hamba yang memahami arti tawakal akan menerima bahwa tidak ada akhir dari setiap amal yang telah diselesaikan. Meskipun cita-cita dan harapan dari pekerjaan amalnya belum tercapai dengan sempurna. Karena dalam pemahaman mereka, melakukan yang terbaik adalah komitmen sebagai seorang hamba, sedangkan urusan hasil adalah hak penuh dari Yang Maha Kuasa.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakal sebagai berikut, “Tawakkal itu bergantung kepada Allah swt ketika menghadapi suatu kepentingan, bergantung kepada-Nya di saat-saat sulit, tabah ketika bencana datang dengan jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Seperti yang ditunjukkan oleh Abu Zakaria Ansari, tawakkal adalah “kepastian dalam menyampaikan masalah kepada orang lain”. Sifat seperti itu terjadi setelah timbul rasa percaya pada orang yang diserahi usaha tersebut. Artinya, dia benar-benar memiliki gagasan amanah (trustworthy) atas apa yang diperintahkan dan dia dapat memberikan rasa aman kepada orang yang memberi perintah.
Tawakal adalah sikap psikologis yang merupakan hasil dari keyakinan yang bulat kepada Tuhan, seperti dalam tauhid ia mengajarkan bahwa menerima Tuhan yang membuat segalanya, Yang Mahakuasa adalah pengetahuan-Nya, Dia yang mengendalikan dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan banyak hal ini kepada Tuhan. Hatinya tenang dan tenteram, dan tidak ada kecurigaan, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Pada individu interim, terjadi kesalahpahaman dalam melakukan keyakinan. Dia ragu-ragu untuk mencoba bekerja, tapi tunggu saja. Individu suka berpikir, tidak perlu belajar, jika Allah ingin mereka menjadi pintar, mereka akan menjadi pintar. Atau sekali lagi tidak harus bekerja, jika Tuhan ingin kaya menjadi kaya, dll.
Begitu pula halnya dengan seorang laki-laki yang perutnya haus, meskipun makanannya bermacam-macam, tapi itulah yang dia pikirkan jika Allah ingin dipuaskan, dia harus dipuaskan. Jika penilaian ini pasti akan membuat kita sengsara.
Keutamaan Orang yang Tawakal
- Dapat membuktikan keimanan yang benar
Orang yang bertawakal kepada Allah swt merupakan orang yang dapat membuktikan keimanannya, karena salah satu cirri orang beriman adalah bertawakal kepada Allah swt.
- Memperoleh jaminan rezeki
Rasulullah saw bersabda :
“Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan amanah yang tulus, niscaya kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, ia pergi pada pagi hari dengan perut kosong, kemudian kembali pada sore hari dengan kenyang.” (HR Tirmidzi)
- Memperoleh kecukupan dari apa yang dibutuhkan
Mereka yang menaruh kepercayaan mereka kepada Allah akan diberikan apa yang mereka butuhkan dalam hidup. Jika jumlahnya tidak cukup, pada dasarnya dengan kepercayaan itu, dia akan puas dengan apa yang dia peroleh. Allah swt berfirman:
“….Barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)nya….” (ath-Thalaaq : 3)
- Tidak dikuasai setan
Orang yang bertawakal tidak bisa digoda apalagi dikuasai oleh setan. Sebab, bagaimana mungkin setan dapat menggoda orang-orang yang begitu dekat dan terikat kepada Allah swt sebagaimana dalam firmanNya :
“Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.” (an-Nahl : 99)
- Menghargai usaha yang dilakukan
Ketika seseorang mencoba dan tidak mencapai hasil yang dia harapkan, terkadang dia merasa tidak ada habisnya atau tidak ada gunanya mencoba jika hasilnya hanya seperti itu. Sikap ini disebabkan karena tidak bertawakal kepada Allah swt. Jika dia menaruh kepercayaannya, maka dia akan mengakui apa yang telah diperolehnya dan mensyukurinya. Namun berbeda dengan individu yang menaruh kepercayaan, jika tidak memuaskan seperti yang diharapkan, maka ia akan berusaha di masa depan dengan usaha yang lebih besar. Bisa dimaklumi jika karya atau usahanya sendiri tidak dihargai, bagaimana ia bisa menghargai karya orang lain, apalagi jika karya tersebut tidak mencapai hasil yang diinginkan.
- Dicintai Allah swt
Setiap muslim pasti ingin dicintai Allah swt. Salah satu orang yang dicintai Allah adalah orang yang bertawakal kepada Allah swt.
- Ali Imron : 121 – 122 (Tawakal dalam Peperangan)
“Dan (ingatlah), ketika kamu (Muhammad) berangkat pada awal hari melewati keluargamu untuk mengumpulkan orang-orang beriman di pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, ketika dua kelompok dari pihakmu membutuhkan untuk (meringankan) ketakutan, meskipun Allah adalah penolong mereka. Oleh karena itu, biarkan orang-orang beriman bertawakal hanya kepada Allah.” (Ali Imron: 121-122)
Perang adalah sesuatu yang sebisa mungkin dihindari oleh manusia, sehingga Rasulullah (saw) dan para sahabatnya lebih suka berhijrah ke Madinah daripada menanggapi permusuhan orang-orang kafir di Mekah. Namun, ketika mereka berhijrah, ternyata orang-orang kafir masih perlu berperang. Jika demikian, kaum muslimin harus berperang, bahkan Allah mewajibkannya. Oleh karena itu kesiapan perang yang harus dimiliki oleh kaum muslimin, baik fisik, mental, subsidi, maupun keterampilan berperang, dibarengi dengan permohonan kepada Allah swt untuk memperoleh kemenangan.
Setelah pengaturan yang hati-hati dan petisi yang sungguh-sungguh, kaum Muslim maju ke zona pertempuran tanpa rasa takut sedikit pun dari musuh. Hasil perang ini diserahkan kepada Allah swt. Inilah yang disebut tawakal dalam perang. Seperti dalam firman Allah swt dalam Surat Ali Imran 121-122 yang dirujuk sebelumnya.
- Yusuf : 67 (Tawakal Terhadap Nasib)
Menaruh kepercayaan pada takdir atau bagian yang kita dapatkan dalam hidup ini adalah dengan percaya sepenuhnya bahwa apapun yang kita dapatkan, berton-ton atau sedikit, itu semua adalah ketentuan Allah, Yang Maha Bijaksana dan kita harus mengakuinya dengan hati yang lega. Misalnya, ketika kita ingin menjadi pejabat atau memiliki pekerjaan dengan gaji yang luar biasa, maka kita melakukan upaya yang terhormat dengan memenuhi persyaratan seperti pelatihan atau lainnya.
Setelah ini, sesungguhnya pada saat itu kita akan dapat menempatkan kepercayaan kita untuk menerima sepenuhnya bahwa apakah harapan kita akan terpenuhi atau tidak, hanya Allah swt yang menentukan. Dengan demikian jiwa kita akan terkendali dan tenang. Tidak ada syarat untuk mengadu, tidak ada syarat untuk membuat suasana hati yang buruk dan tuduhan ketidakadilan atas apa yang didapat, atau bahkan penistaan terhadap ketentuan Allah swt. Tawakal takdir termasuk tawakal mengakui ketentuan hukum dan takdir Allah. Allah berfirman:
Ya’qub berkata, “Hai anak-anakku, jangan (bersama-sama) masuk dari satu pintu masuk, dan masuk dari pintu yang lain. Namun, aku tidak bisa menghindarkanmu dari (takdir) Allah. Keputusan untuk memutuskan (sesuatu) adalah hak Allah: hanya kepada-Nya aku bertawakal dan membiarkan orang-orang yang bertawakal hanya kepada-Nya.” (Yusuf: 67)
Pelajaran Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya adalah bahwa mereka harus berjuang sepenuh hati dalam mengejar keinginannya. Namun, hal ini juga harus diikuti dengan kesadaran penuh bahwa semua kendali ada di tangan Allah swt. Sebagai bukti bahwa kita adalah hamba Allah yang setia, kita harus pasrah dan mengakui apapun keputusan-Nya kepada kita. Kita tidak boleh tersinggung dan kesal meskipun hal-hal mungkin tidak seperti yang kita pertahankan.
- An-Nahl : 41-42 (Tawakal Mendatangkan Kesabaran)
Ketekunan adalah kata yang sering diucapkan tetapi sulit untuk dieksekusi. Ketekunan diperlukan dalam hidup kita, sebagai fakta. Ketekunan dapat berarti ketekunan dan kegigihan dalam mengejar keinginan, atau menjadi kuat dan tabah meskipun ada cobaan dan kesengsaraan.
Islam mengajarkan kita bahwa salah satu cara untuk mendapatkan ketekunan adalah dengan bertawakal kepada Allah swt. Sebagaimana Allah berfirman:
“Orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan mereka tempat yang layak di muka bumi. Yang pasti, pahala di akhirat lebih utama, jika mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan mereka menaruh kepercayaan mereka.” (an-Nahl: 41-42)
Ayat ini diturunkan ketika kaum muslimin di Mekah mendapat banyak sekali aniaya dari orang-orang kafir Quraisy. Mereka diuji baik secara fisik maupun intelektual. Dibawa ke dunia sebagai ketahanan fisik untuk menghadapi siksaan, ketiadaan makanan atau penganiayaan. Sedangkan otak, sebagai kekuatan iman karena ejekan, celaan, dan tantangan terhadap siapa mereka akan bernaung, dan apakah Allah dapat menjaga mereka.
Sementara itu, sekitar saat itu, iman mereka masih baru, sehingga mudah goyah. Oleh karena itu turunlah ayat untuk berhijrah. Sebuah solusi untuk menjauhkan diri dari aniaya orang kafir. Hijrah ini adalah pekerjaan, pekerjaan untuk menjauhkan diri dari mara bahaya, penganiayaan. Selanjutnya, cukup dengan bertawakal kepada Allah swt, berserah diri hanya kepada Allah. Penyerahan diri ini menanamkan toleransi dalam diri setiap muslim. Tunjukkan pengekangan bahwa ini adalah setiap ujian. Keadaan dianiaya ini sedang berlangsung. Allah pasti akan memberi ganti rugi kepada orang-orang yang tabah menghadapi ujian. Mereka akan melacak kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Doa dan Ayat Terhadap Tawakal
- Asy-syura : 10 (Tawakal dalam perselisihan)
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.”
- QS.Al-Anfal : 61 (Tawakal dalam Perdamaian)
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Tawakal dalam Berdakwah
- At-Taubah : 128-129
“Pasti telah datang kepada Anda seorang Rasul dari kerabat Anda sendiri, penderitaan Anda berat dengan dia, antusias untuk (iman dan keselamatan) sejauh yang Anda mungkin khawatir, sangat penyayang dan penyayang kepada orang-orang percaya. Jika mereka mengabaikan ( dari iman), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dialah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang Tak Tertandingi’.
- Yunus : 71-72
Terlebih lagi, bacakan kepada mereka berita penting tentang Nuh ketika Dia berkata kepada kerabatnya: “Wahai saudaraku, jika sulit bagimu untuk tinggal (denganku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka Aku bertawakal kepada Allah, maka bertawakallah aku padanya. keputusanmu dan (kumpulkan) sekutumu (untuk menghancurkanku). maka jangan diam tentang keputusanmu, lalu lakukan padaku, dan jangan beri aku jeda. Jika Anda memberhentikan (dari pemberitahuan saya sebelumnya), saya tidak meminta penghargaan dari Anda. Upahku hanyalah dari Allah semata, dan aku diminta agar mendapat tempat berkumpulnya orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).”
- QS. ar-Ra’d : 30
“Demikianlah Kami telah mengutus kamu kepada suatu golongan yang telah berlalu generasi-generasi sebelumnya, agar kamu membacakan kepada mereka (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu, meskipun mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah: “Dia adalah Tuhanku tidak ada Tuhan selain dia; Hanya di dalam Dia saya menaruh kepercayaan saya dan hanya di dalam Dia saya menebus.”
Yunus : 84-85 (Tawakal dalam Mengahadapi Fitnah)
Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, Maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.”
85. Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah Kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan Kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim,”
- Ibrahim : 12 (Tawakal dalam Menghadapi Gangguan)
“Untuk apa kami tidak bertawakal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami benar-benar akan menahan diri dari gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Selanjutnya hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal, berserah diri. .”
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tawakal penting dalam kehidupan sebagai seorang penyembah, tetapi kita juga harus melakukannya dalam berbagai aspek yang kita jalani dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat Tawakal
Dalam sejarah Islam, tawakkal telah dijunjung tinggi sebagai indikator yang jelas dari seseorang yang memiliki iman, ketaqwaan dan penyerahan mutlak kepada Allah. Hanya mereka yang mengambil bagian dalam hubungan yang tulus dengan Tuhan yang selalu dapat mempercayai-Nya, untuk alasan apa pun sepanjang hidup mereka.
Seseorang yang bertawakal kepada Allah keberhasilannya di dunia dan di akhirat dijamin oleh-Nya, terlepas dari kesulitan apa pun yang dia alami dalam hidupnya atau seberapa kuat kekuatan musuh yang dia hadapi.
Imam Ali (a.s): “Tawakal kepada Allah adalah sumber bantuan dari setiap musuh dan jaminan dari setiap musuh.” [Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid. 56, hal. 79].
Hikmah Tawakal
Orang yang bertawakal kepada Allah SWT. Akan selalu mempertimbangkan dan mendesain setiap karya yang diserahkan kepada kehendak Allah SWT. Oleh karena itu, individu yang menaruh kepercayaan akan mendapatkan banyak hikmah, antara lain:
- Setiap urusan akan terencana dengan baik dan matang
- Mendapatkan ketenangan hati
- Bersikap optimis
- Menyadari keagungan Allah dan keterbatasan usaha manusia
Contoh Tawakal
Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di depan rumah, setelah dikunci dengan kuat, barulah ia menitipkan kepercayaannya. Pada zaman Rasulullah, ada seorang sahabat yang meninggalkan unta-nya dalam keadaan tidak diikat. Ketika ditanya mengapa dia tidak dibatasi, dia menjawab, “Saya benar-benar percaya kepada Allah”. Nabi, yang tidak membenarkan jawaban ini, berkata, “Ikat itu dan setelah itu kamu bisa mempercayainya.”
Perilaku Tawakal
Tawakal bukanlah penyerahan mutlak kepada Allah, melainkan penyerahan itu harus disertai dengan usaha manusia. Pada suatu kesempatan seorang sahabat bertemu Rasulullah di masjid tanpa terlebih dahulu menambatkan unta-nya. Ketika Nabi Muhammad SAW. Menanyakan hal ini, dia menjawab, “Saya telah menempatkan kepercayaan saya pada Allah.” Kemudian Nabi Muhammad SAW. Luruskan blundernya dengan mengatakan, “Tether dulu (untamu), setelah itu taruh kepercayaanmu.” (H.R. Ibnu Hibban).
Menempatkan kepercayaan kepada Allah mengharuskan seseorang untuk menerima bahwa Allah adalah orang yang menentukan peristiwa, semuanya setara. Setiap muslim diharapkan berusaha dan pada saat yang sama juga diharapkan untuk berserah diri kepada Allah SWT, menunggu hasil yang ditunjukkan oleh kehendak dan jaminan-Nya.